Sapri, Ketua Kelompok Tani Bina Jaya (kaus putih), bersama Wakil Bupati Anambas Abdul Haris dan Tim Comdev Premier Oil saat kegiatan panen perdana padi organik di Desa Langir Kecamatan Palmatak.
Dari ladangnya di perbukitan, Umar langsung menuju tempat pembuatan pupuk kompos di lereng bukit di belakang rumahnya. Selasa (26/7) sore itu terpaan sinar mentari masih cukup kuat menembus selasela papan kayu yang menjadi dinding bangunan.
Terlihat mesin pengolah sampah dan sebuah bak wadah mencampur kompos yang menghuni bangunan di Batu Tambun,Desa Rintis,Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau itu.Produk komposnya sudah habis didistribusikan kepada para petani anggota Koperasi Kelompok Tani Sepakat Jaya pimpinan Umar.
Pembuatan kompos di desa yang berada di Pulau Siantan oleh kelompok tani tersebut telah berlangsung setahun atas bantuan program pengembangan pertanian organik dari Premier Oil, salah satu perusahaan minyak dan gas dari Inggris yang beroperasi di wilayah Blok A Natuna.
Kini,warga bisa menghasilkan pupuk dan pestisida organik secara mandiri. Bahkan,mulai diminati pasar. Biang pupuk dibuat dari bahan- bahan alami.Di antaranya sampah organik dan ampas kedelai yang terbuang di pasar, kayu batang resak, tempe, nanas, hingga gula aren. “Bagaimanapun saya beruntung sekali karena di luar pupuk kimia, ternyata ada pupuk yang lebih sempurna,” ujarnya bersemangat kepada harian Seputar Indonesia (SINDO).
Pembuatan pupuk organik lewat program sama juga terdapat di Desa Langir,Kecamatan Palmatak. Di Pulau Matak ini hasil olahan kompos dimanfaatkan oleh setidaknya dua kelompok tani, Bina Usaha pimpinan Hasyim dan Bina Jaya yang dikomandoi Sapri.
Kemampuan memproduksi pupuk organik mereka akui sangat membantu kemandirian dalam bertani lantaran bisa melepas ketergantungan pada pupuk yang disubsidi pemerintah. Apalagi bagi Anambas yang lokasinya cukup jauh, pasokan pupuk kimia tidak lancar sehingga harganya menjadi mahal.
Alhasil, keberadaan pupuk organik ini menurunkan biaya yang mesti ditanggung petani. Keadaan ini semakin menambah minat warga untuk turut belajar bertani organik. Dalam setahun program berjalan, Umar cukup bangga dengan jumlah anggotanya yang bertambah dua kali lipat menjadi 25 orang.
Arpan dan Markani, dua warga yang pernah enggan bergabung dalam kelompok tani, menuturkan pengalamannya. Arfan sempat frustrasi karena harus berpindah-pindah lahan menyiasati pupuk yang harganya tinggi.Bahkan,ia sempat beralih profesi buruh bangunan yang membuat kehidupan keluarganya lebih tidak pasti.
Seiring berjalannya program yang mengajarkan produksi pupuk organik, permodalan bergulir, dan rumah kompos, ia menemukan pegangan baru dalam bercocok tanam. Hal sama terjadi pada Markani. Penyadap karet yang selalu menentang kelompok itu justru sukarela menjadi anggota kelompok tani binaan setelah melihat langsung hasil nyata program.
Saat ini keduanya memiliki lahan garapan sendiri hingga 4.000 m2 dari sebelumnya tidak ada. Mereka bertanam sayuran seperti sawi, kangkung, mentimun dengan penghasilan bersih mencapai Rp500.000 setiap minggunya. Sementara Sapri dari Desa Langir mendapatkan cara baru tentang bertanam padi.
Jika dulu mereka menanam dengan cara menyemai benih selama dua bulan, sekarang cukup enam hari dengan satu biji per titik tancap. Sambil mengenang kegiatan bersama Wakil Bupati Anambas April lalu, Sapri dan warga Langir sukses menuai panen perdananya dengan hasil setara dengan 8,4 ton gabah kering per hektare.
Cerita keberhasilan kelompok petani di Anambas dampingan program Premier Oil sampai juga di telinga para petani dari provinsi lain, bahkan Menteri Pertanian RI.Peristiwa tersebut berlangsung ketika Umar dan Sapri turut mewakili Provinsi Kepulauan Riau mengikuti pertemuan petani dan nelayan (PENAS XIII 2011) di Kutai Kertanegara,Kaltim,Juni lalu.
Pada kesempatan tersebut diceritakan pula bahwa keberhasilaniniberkatbantuandariPremier Oil yang berupaya menggerakkan para petani di Rintis dan Langir untuk lebih maju. Kebijakan Premier Oil dalam mendukung sektor pertanian di Anambas bukan keputusan instan.
Seiring dengan pedoman BP Migas tentang kegiatan pemberdayaan masyarakat, perusahaan mengawali kegiatan ini dengan riset untuk menemukan beberapa masalah sosial– ekonomi yang betul-betul dibutuhkan masyarakat di sana. Masalah pangan telah menjadi persoalan klasik di wilayah yang berbatasan laut dengan Malaysia dan Vietnam ini.
Hampir semua bahan kebutuhan pokok seperti beras sayur dan buah tergantung dari Ibu Kota Provinsi Tanjung Pinang yang berjarak 227 mil laut itu. Di luar hasil migas andalan, kabupaten yang baru tiga tahun berdiri ini belum menggarap secara maksimal potensi kekayaan sumber alam pulaunya yang sangat subur.
Padahal dengan bertambahnya pendatang, persoalan pangan dapat lebih rumit lantaran ketidakseimbangan pasokan untuk memenuhi konsumsi penduduknya yang telah mencapai 50.000 jiwa. Hal inilah yang menjadi pijakan awal perusahaan Premier Oil menjalankan program pertanian sebagai salah satu bentuk kepeduliannya untuk masyarakat tempatan.
Selain upaya meretas solusi pangan di Anambas,program ini tentunya juga menjadi solusi lapangan kerja baru berbasis pertanian yang diharapkan terus tumbuh dan berkembang, setidaknya bagi 47 warga desa yang telah bergabung dalam program ini.
Berdasarkan pengamatan SINDO tentang harga pertanian di Pasar Terempa,bertani di Anambas memang sangat prospektif lantaran permintaan pasar cukup tinggi, sedangkan pasokan produk dari lokal masih sangat rendah. Tidak mengherankan bila harga sayuran dan produk pertanian sehari-hari bisa 3–4 kali lipat dari harga normal.
Menurut Ketua Kelompok Tani Bina Usaha Hasyim,harga timun dari petani mencapai Rp10.000/kg dan sekitar 12.000/kg ketika sampai di pasar. Untuk Cabai,dari petani bisa menembus Rp 80.000/kg dan Rp120.000/kg dari pedagang. Sugandi, Kepala Desa Langir, mengungkapkan, masyarakat antusias bertani meski desa itu terletak persis di bibir pantai.
Pihaknya sangat berterima kasih kepada Premier Oil yang telah membantu menumbuhkan semangat petani. Sekarang ini telah ada hampir 10 hektare lahan pertanian padi,sayur,dan buah-buahan di desa berpenduduk sekitar 117 kepala keluarga itu. Upaya membuka lahan baru,terutama untuk padi, masih terus dilakukan untuk memenuhi sendiri kebutuhan pangan di desanya dan di desa-desa sekitarnya.
Keberlanjutan Program
Meski telah mendapatkan ilmu baru dalam sistem bertanam dan menemukan solusi atas masalah pupuk, bukan berarti proses bertani di wilayah bahari tersebut sudah bisa berjalan sempurna. Sejumlah kendala masih menghantui seperti masalah hama dan penyakit serta langkanya minat untuk menjadi petani.
Beberapa contoh kendala yang dihadapi petani menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi Premier Oil. Dari perencanaan yang telah disiapkan,fase tahun pertama yang telah dijalankan lebih memberi tekanan pada lima aspek, yaitu pengetahuan bertani organik mandiri, pengadaan sarana mesin dan peralatan produksi, dukungan permodalan, praktik lapangan dengan pendampingan ahli,dan inisiasi kelembagaan kelompok tani dan koperasi.
Adapun fase tahun kedua mengarah pada pendampingan intensif penanganan hama dan penyakit tanaman serta penguatan kelembagaan dan pendampingan dua koperasi usaha tani yang sudah terbentuk, yakni Koperasi Anugerah dan Koperasi Sepakat Jaya.
Upaya penguatan meliputi pemantapan pengelolaan dana bergulir,kebun bibit desa, kios tani (kebutuhan peralatan pertanian), pengembangan produksi kompos,dan manajemen pemasaran. Melalui koperasi usaha tani ini diharapkan seluruh kebutuhan para petani terhadap pengembangan pertanian menuju petani maju dan mandiri dapat berkembang secara dinamis, progresif, dan berkesinambungan.
Adapun atas kendala langka dan minimnya SDM petani, Premier Oil mewujudkannya melalui program bea siswa khusus pendidikan S-1 pertanian untuk 30 generasi muda Anambas di institut pertanian di Yogyakarta, berkolaborasi dengan Pemda Anambas dan Joglo Tani, sebuah perkumpulan petani pelopor pimpinan TO Suprapto yang telah banyak menjadi rujukan bertani dari berbagai daerah.
Selain itu, sebagai sarana penunjang,di Rintis Premier Oil juga telah membangun gedung multifungsi yang salah satunya sebagai training center bidang pertanian. Segala upaya tersebut merupakan kontribusi nyata Premier Oil untuk berperan serta membangun potensi pertanian dan mewujudkan cita-cita kemandirian pangan di Anambas sebagai jawaban atas problem klasik pangan yang hingga sekarang ini masih terus menghantui. fefy dwi haryanto